Salah satu film Indonesia yang mencuri perhatian di dunia maya, Penyalin Cahaya atau Photocopier, akhirnya bisa gue tonton juga di layar lebar. Berkat JAFF16 yang berlangsung di Jogja dari tanggal 27 November hingga 04 Desember silam, debut film panjang dari Wregas Bhanuteja bisa diperlihatkan untuk penonton umum selama 2 hari berturut-turut. Reaksi penonton pun begitu kagum dengan melakukan standing applause ke film ini ketika credit nama sutradara muncul di akhir film. Lantas bagaimana sebenarnya film Penyalin Cahaya sesungguhnya? Apakah hanya sebuah Hype semata saja?
Film Penyalin Cahaya bercerita tentang seorang mahasiwi jurusan IT angkatan pertama, Suri, yang masuk dalam sebuah organisasi teater di kampusnya. Walaupun disibukkan dengan jobdesek sebagai web designer event teater organisasi, Suri, dirinya tidak lupa juga untuk memperjuangkan beasiswa untuk pendidikannya di kampus. Suatu hari Teater Mata Hari, berhasil memenangkan sebuah kompetisi yang akhirnya mengirim mereka ke Tokyo untuk sebuah kompetisi Internasional. Kejadian malam perayaan kemenangan, membuat Suri khilaf hingga akhirnya mabuk dan viral di social media karena dirinya mempublikasikan selfie dirinya dengan kondisi mabuk. Beasiswa yang selama ini dia perjuangkan pun mau tidak mau berada di ujung tanduk karena tindakan Suri tersebut di mata Dosen dan pendonor beasiswa tidak mencerminkan mahasiswa yang layak mendapatkan beasiswa penuh. Suri pun tidak tinggal diam saja. Dirinya mencari tahu dengan bantuan Amin, teman masa kecilnya, yang kebetulan juga ikut hadir dalam pesta perayaan itu.
Tidaklah mengherankan jika 12 Piala Citra berhasil diraih film Penyalin Cahaya tahun ini. Ya memanglah layak film ini meraih itu semua. Dengan durasi 130 menit, Wregas benar-benar terlihat ingin memadatkan durasi film dengan berbagai persoalan demi persoalan yang terjadi di sepanjang film. Penonton benar-benar dibuat penasaran dan ikut menebak siapa sebenarnya dalang dari kejadian yang menimpa Suri di pesta tersebut. Dari awalnya iba kemudian kesal sendiri hingga iba kembali bahkan cenderung emosi, karena pergerakan konflik film ini tidak berhenti di satu titik saja. Problematika film Indonesia pada umumnya, terlihat dari third act yang begitu lemah. Namun Wregas sepertinya belajar dari kesalahan film-film Indonesia yang sudah tayang di bioskop selama ini. Third act dari film Penyalin Cahaya pun begitu apik dan makin mantap penampilannya hingga akhir film.
Shenina Syawalita Cinnamon sebenarnya juga bisa saja meraih sebagai pemeran utama wanita terbaik FFI tahun ini, namun performa Arawinda Kirana dalam film Yuni terlihat jauh lebih kuat dibandingkan Shenina yang terlihat kuat karena didukung pemeran pendukung. Awalnya terlihat pesimis apakah mungkin para pemain-pemain muda yang bermain di film Penyalin Cahaya bisa melakoni karakternya begitu baik. Eh ternyata malah berkat pemain pendukung justru harus diakui Penyalin Cahaya memiliki assamble pemain yang apik dan kece. Tontonlah Penyalin Cahaya atau Photocopier mulai 13 Januari 2022 di Netflix.
Komentar
Posting Komentar