Film ini menceritakan tentang sebuah rumah panti dimana anak-anaknya diasuh oleh seorang wanita yang telah kehilangan anaknya. Hingga suatu hari, datanglah seorang gadis ingin menjadikan rumah panti ini sebagai observasi skripsinya. Sang gadis merasakan suatu keanehan dalam rumah tersebut dari peraturan yang dibentuk, kamar kosong tidak boleh dimasuki hingga penglihatan aneh terhadap anak yang baru saja diasuh oleh orang tua angkat mereka. Ada apa sebenarnya?
Sebenarnya ide cerita film ini menarik, namun sayang sekali eksekusi ketika divisualisasikan dalam sebuah film menjadi kentang dan malah kebanyakan teori. Andai saja 20 menit terakhir film itu jauh lebih diperpanjang dan diganti dengan teori-teori tidak penting di awal film, pasti film akan terlihat lebih gore bukan gorengan alias kriuk.
Penampilan Mentari di film thriller perdananya cukup berkesan saja, berkesan bukan di akting melainkan dj gesturenya. Yang sangat mencuri perhatian justru Agung Saga yang terlihat meyakinkan sebagai orang keterbelakangan mental di film ini. Lain halnya dengan Roweina, yang terlihat masih bingung mau seperti apa. Mungkin kebingungan tersebut terlihat dari naskah yang bingung mau menjadikan Roweina itu seperti apa. Di suatu adegan ada dimana Roweina menjadi dua sisi, akan tetapi pengambilan gambarnya tidak kelihatan alami. Alangkah lebih baik jika ada 2 Roweina dalam satu layar biar lebih feel sakitnya hati jika ingin menggambarkan dia sosok sakit jiwa di film ini.
Komentar
Posting Komentar