Review: Cinta Dari Wamena (2013)

Cerita tentang tiga sahabat, Litius, Tembi dan Martha yang memiliki mimpi ke Wamena, tempat dimana mereka bisa melanjutkan sekolah mereka secara gratis. Tidak hanya tentang persahabatan saja yang diceritakan film ini, cinta Litius kepada seorang gadis, Endah, pun diceritakan dengan begitu kompleks yang berhubungan dengan masalah HIV/AIDS di lingkungan sekitar mereka berdua. Kekuatan persahabatan mereka pun juga diuji ketika ada masalah yang pada akhirnya mereka terpisah dan berharap bisa bertemu kembali suatu hari jika mereka sudah meraih mimpi mereka.


Cinta Dari Wamena film kedua di tahun 2013 karya Lasja Fauzia Susatyo setelah Mika di bulan Februari kemaren, kali ini tetap dengan tema yang sama yaitu HIV AIDS. Jika di MIKA menceritakan seorang pengidap HIV AIDS yang jelas memang seperti itu dengan bumbu cinta di dalamnya, lain lagi dengan Cinta Dari Wimena yang sekedar menjadikan HIV AIDS hanya bumbu pelengkap dan jatuhnya malah hambar. Jika saja tema HIV AIDS di film ini dihilangkan dan lebih fokus dengan kehidupan seks bebas saja tanpa adanya HIV AIDS dengan bumbu cinta dan persahabatan yang meraih mimpi mereka pasti akan jauh lebih baik untuk dinikmati. Belum lagi cara penggmbaran dan editing film ini agak cukup lompat-lompat dan membingungkan.

Teaser lebih dari 10 menit yang sempat beredar di website pun rasanya menjadi poin puncak dari film ini, jadi secara gak langsung pun 10 menit tersebut adalah 75% isi dari film ini. Tidak ada jawaban yang pas untuk menjawab pertanyan yang ada di teaser 10 menit ketika menonton versi panjangnya di bioskop. Cerita yang lemah dan sekedar menjadikan HIV AIDS sebagai ajang sebagai cerita sekedar peduli tentang penyuluhan ini saja. Untuk soal sinematografi tidak perlu diragukan lagi karena berlokasi di Wamena, yang notabene di google pun terlihat indah. Para pemain pun tidak ada satu pun yang tampil dengan memorable sekalipun Susan Bachtiar dan Nicholas Saputra sekalipun, kecuali adegan Nicholas Saputra bernyanyi ya lumayanlah daripada tidak ada sama sekali. Kiranya di film berikutnya, Lasja tidak fokus dengan HIV AIDS saja kalau bukan dengan riset ataupun memiliki kekuatan cerita di dalamnya. Buatlah cerita yang sederhana tapi bermakna dan bisa dinikmati oleh anak-anak atau orang dewasa sekalipun ketika mereka menontonnya. :Salam JoXa:

1,5/5

Trailer:

Komentar