Review: Hafalan Shalat Delisa (2011)

Delisa tinggal bersama Ummi dan ketiga kakaknya, Cut Fatimah, Cut Aisyah dan Cut Zahra. Ayah mereka, Abi Usman bekerja di sebuah kapal perusahaan asing yang mengharuskan dirinya untuk jarang pulang ke rumah. Ummi selalu mengajari keempat putrinya untuk shalat dan menghafal bacaan shalat. Namun hal itu agak sulit dilakukan Delisa. Akan tetapi, Delisa mau menghafal bacaan shalat jika ada hadiah yang akan diberikan untuk dirinya. Sampai suatu hari musibah menghadang tempat tinggal Delisa dan sekitarnya ketika dirinya sedang ujian praktik shalat di tempat pengajiannya. Delisa pun akhirnya terbawa arus air tersebut hingga berhari-hari. Akhirnya Smith, salah satu anggota penolong dari Amerika Serikat menemukan dirinya diantara semak-semak. Abi Usman pun panik ketika tahu keluarganya menimpa bencana besar seperti itu.

Bencana besar yang melanda Indonesia khususnya yang berlokasi di Provinsi NAD di tahun 2004 silam lalu pasti akan selalu membekas di setiap penduduk Indonesia. Rasa haru, takut, gelisah, sedih, dan piluh bercampur jadi satu karena peristiwa tersebut. Dan kini di bawah naungan produksi Starvision Plus dan penyutradaraan film Tentang Cinta dahulu, Soni Gaokasak, untuk sekaligus mengenang peristiwa bencana tersebut dibuatlah film berjudul Hafalan Shalat Delisa ini. Eits, tunggu dulu disini bukan berarti seperti kisah bagaimana peristiwa tersebut terjadi ya, karena film ini lebih tepatnya cuma mengambil setting situasi sebelum dan sesudah bencana tersebut saja.

Dari segi cerita nampaknya Starvision kini memberikan cerita yang cukup ringan untuk film yang berbau religi seperti Hafalan Shalat Delisa. Walaupun ringan tapi dari sisi hikmah yang dapat dipetik dari film masih ada salah satunya jika melakukan sesuatu janganlah lihat dari hadiah apa yang akan kita dapatkan nantinya. Karena film ini mengambil setting sebelum atau sesudah kejadian pada waktu dulu di NAD jadi diharuskanlah menggunakan efek CGI yang maksimal biar terlihat lebih nyata. Akan tetapi itu sangaat disayangkan dari film ini karena unsur efek CGI yang diberikan nampaknya terlalu biasa dan kurang maksimal sekali. Terlihat sekali tipuan disana-sini dari film ini. Padahal kalau masa produksi film ini lebih lama lagi akan terlihat jauh lebih maksimal hasil akhirnya.

Dari segi scoring dan ilustrasi musik rasanya tidak ada yang masalah ya, karena cukup tepat peletakkan tempat lagunya dengan emosi yang ada di film ini. Eh tapi gue tidak tersentuh loh dengan rasa haru dan tangis yang dilakukan para pemain disini. Masalah sinematografi dari tempat lokasi di Sukabumi Selatan nampaknya cukup bisa memanjakan mata walaupun agak sedikit rancu karena kurang maksimal untuk memberikan suasana yang sama dengan setting di provinsi NAD aslinya. Kerancuan pun terletak pada gaya bahasa antar Nirina Zubir dengan anak-anaknya, dan juga anak-anak di sana yang terlihat begitu Jakarta sekali. Padahal Ustadz yang juga tinggal disana lebih cukup dapat gaya bahasanya.

Para pemain disini yang cukup mencuri perhatian adalah Chantiq Schagerl, aktris cilik satu ini bisa dibilang cukup mendalami karakternya. Dengan wajah paras keaarab-araban dan hidung yang mancung. Selain itu disini juga ada Nirina Zubir, Reza Rahadian, Mike Lewis, Fathir Muchtar, Loide Christina, Ghina Salsabila, Riska Tania Apriadi, dan Reska Tania Apriadi. Di film ini sosok ibu dari empat anak yang diperankan Nirina nampaknya lebih pas dibandingkan karakter dirinya di film-film sebelum yang tayang tahun ini. Aktor kawakan yang cukup laris di sepanjang tahun 2010 nampaknya tidak perlu diragukan lagi kualitas aktingnya. Fathir Muchtar disini bisa dibilang tampil cukup mengejutkan dibandingkan film-film dirinya yang tayang beberapa akhir ini. Kehadiran Mike dan Loide sebagai pemain berwajah bule untungnya ditempatkan juga dari dialog yang menggunakan bahasa bule/luar juga.

Akhir kata, Hafalan Shalat Delisa tampil seringan dan apa adanya saja di film penghujung tahun 2011. Dengan tanpa adanya sesuatu yang istimewa yang diberikan film ini rasanya cukup nikmati saja alur cerita film ini. Ya walaupun memiliki nilai yang dapat dipetik tapi sayang sekali film ini tidak mampu membuat saya mengingat-ingat lagi kejadian sesuatu yang memorable sampai dibuatnya postingan biasa film ini. Saran aja sih, kalau memang mau membuat film dengan unsur CGI lebih masa produksi filmnya tidak dibuat secara terburu-buru seperti mengejar setoran yang harus diproduksi PH tersebut. Alngkah lebih baik dengan masa produksi yang matang dan agak lama biar terlihat jauh lebih maksimal di dalamnya. :Salam JoXa:

2,5/5

Trailer:

Komentar