Kalau dilihat dari poster, mungkin film ini cukup menjanjikan karena bertema film anak-anak. Secara film anak-anak di Indonesia hampir 85% laku keras di pasaran. Begitu pula dengan dibalik pembuat film ini adalah Aditya Gumay dan Asma Nadia. Mungkin nama mereka tidak cukup asing lagi untuk didengar. Apakah mereka berhasil membuat Rumah Tanpa Jendela sesukses film-film mereka sebelumnya? Mari simak curhatan josep berikut ini.
Di suatu perumahan tidak berada, tinggallah seorang gadis kecil bernama Rara dengan mbok dan ayahnya. Rara memiliki suatu impian untuk mempunyai jendela di rumahnya. Dengan khayalan-khayalan di usianya, Rara sungguh berimajinasi akan hal tersebut. Sampai-sampai temannya menertawakan akan khayalannya. Suatu hari, Rara mengalami musibah dan mengakibatkan pertemuan antara dengan Aldo. Aldo adalah anak yang memiliki keterbelakangan mental di keluarga yang berada. Aldo memiliki orangtua yang lengkap, abang dan kakak serta nenek. Setelah kejadian tersebut, Aldo semakin akrab dengan Rara, dan rasa jiwa sosial Aldo pun muncul ketika dia mau menyumbangkan sedikit buku-bukunya untuk Rara dan teman-temannya. Namun dibalim itu semua, ternyata kakak Aldo dan ibunya agak malu dengan kondisi Aldo yang seperti itu. Lain halnya dengan abang Aldo yang selalu memberikan semangat kepada adik tercintanya. Lambat laun cerita, Aldo pun akhirnya minggat setelah mendengar langsung dari kakaknya bahwa dia malu mepunyai adik seperti dirinya. Di sisi lain, Rara juga mengalami berbagai macam kesulitan yang dia hadapi. Apakah Aldo dapat ditemukan? Kemanakah dia pergi? Lalu apakah kesulitan yang dihadapi Rara? Dapatkah dia tegar menghadapi semuanya?
Kalau boleh jujur, pembukaan awal cerita film ini begitu menarik karena adanya unsur musikal. Begitu pula setelah adegan awal hingga menuju pertengahan film ini. Namun demikian, saya merasa sesuatu yang dipaksakan di pertengahan film ini. Entah dari mana cerita tersebut, sehingga membuat kita harus berpikir dari mana cerita tersebut berada. Sebenarnya cerita ini begitu sederhana, karena hanya bertujuan dari Rara yang ingin memiliki sebuah Jendela. Akan tetapi, problematika di cerita film ini sangatlah begitu banyak dan mengakibatkan peran-peran yang banyak disini pun juga hanya angin lewat saja, yang tidak adanya keistimewaan dari akting mereka.
Untung saja pemilihan karakter emir di tokoh Aldo begitu tepat dan menyentuh, jadi bisa dibilang Emirlah yang menjadi “penyelamat” film ini untuk ditonton. Sikap Emir yang sebagai malaikat penghubung antar keluarganya dengan keluarga Rara adalah sebuah contoh yang sepatutnya ditiru untuk saat ini. Dan rasa bersyukur memiliki seorang adik seperti Aldo yang dilakukan Abangnya juga patut dicontoh. Disamping itu, penampilan Maudy disini juga menarik. Disamping parasnya yang cantik, akan tetapi dia disini berhasil menjadi seorang kakak yang antagonis. Penampilan Maudy dibanding film sebelumnya, boleh dibilang ada peningkatan. Bagaimana dengan perubahan gaya hidup Aty Kanser? Seperti kita ketahui selama ini, bahwa Aty Kanser selalu mendapatkan peran sebagai orang susah, namun lainnya di film ini dia berperan sebagai kaum berada. Begitu pula dengan Inggrid Widjanarko yang disini mendapatkan peran sebagai orang susah.
Dari segi musik, film ini bisa dibilang aman-aman saja, pengisi dan lagu soundtrack begitu menarik untuk didengar. Satu hal yang menarik dari film ini adalah adanya subtitle di film ini. Seperti kita ketahui, bahwa film Indonesia sedikit yang menggunakan subtitle di bioskop. Itupun kalau ada hanya di beberapa bioskop saja, dan hanya bisa dinikmati kalau di DVD atau ada acara Film Festival. Jadi, subtitle di film ini adalah poin plus yang lebih. Overall, film ini begitu menarik ditonton walaupun penyampaian di tengah-ditengah film begitu maksa banget.
Trailer Rumah Tanpa Jendela :
Komentar
Posting Komentar