A Crazy Little Thing Called Love (2010)

Ekspresi saya sebelum nonton film ini adalah ragu, karena saya kalau boleh jujur belum pernah nonton film Thailand Romantic Comedy sebelumnya. Ajakan dari teman untuk menonton premier film ini pun tidak langsung saya terima karena factor keraguan itu juga. Selain belum pernah nonton, saya ragu karna takut film ini Cuma mengandalkan pemain cowo yang digemari kaum hawa, tanpa memberikan “sesuatu” untuk dinikmati oleh kalangan penonton pada umumnya. Dari deretan pemain film ini pun saya tidak mengenalnya satu pun. Beberapa pemain inti film ini adalah Mario Maurer, Pimchanok Luevisetpaibool, Sudarat Butrprom. Film ini juga disutradarai oleh Putthiphong Promsakha & Wasin Pokpong.

Jadi begini ceritanya, Nam adalah seorang gadis berkacamata dan berkulit gelap berusia 14 tahun. Ia memiliki teman-teman yang selalu mengerti keadaannya. Baik suka,duka mereka selalu bersama-sama. Ia seperti itik buruk rupa yang diam-diam jatuh cinta dengan Chon (Mario Maurer), seniornya di SMU yang juga siswa paling populer. Selama satu musim panas, Nam membuang kacamata dan memutihkan kulitnya, dan kemudian mendapat peran Putih Salju dalam drama sekolah serta menjadi mayoret band di sekolah. Ia membuat semua pria jatuh hati padanya, kecuali Chon. Atau setidaknya itulah yang ia kira.

Mungkin dari sinopsis di atas, ada yang bisa menebak akhir film ini seperti apa. Akan tetapi, menurut saya alurnya yang tidak bisa ditebak walaupun ending saya sudah mengira-ngira. Alur film ini bener-bener unpredictable. Dan kalau ternyata di dunia nyata itu beneran ada yang seperti itu, sepertinya sangat sakit sekali rasanya. Pengorbanan cinta demi orang yang kita sayangi bahagia adalah hal yang paling sakit rasanya. Dengan munculnya peran demi peran yang berdatangan di pertengahan film, ini semakin membuat saya tertarik untuk mengetahui ending film ini.

Sepanjang film ini, saya cuma bisa mengkerutkan dahi saya karena muka Nam dengan bapak,ibu dan adiknya beda banget sebelum di make over. Saya sempat terlintas berpikir dia “anak pungut”. Usaha Nam untuk meraih perhatian Chon bisa dikatakan sudah terjadi pada film-film romcom lainnya. Ditambah lagi, Chon itu seorang yang paling popular di sekolahnya (dari SMP-SMU). Persaingan antar genk juga ditampilkan disini. Kalau boleh jujur, ini film Thailand saya yang pertama kali saya tonton (premier pula terus di blitz pula). Jadi saya tidak menyesal menonton film ini.

Pemain-pemain yang ditampilkan film ini cukup beragam. Teman-teman Nam pun cukup beragam dari segi karakter, muka dan fisiknya. Dari yang paling aneh sampai menggemaskan semua ada disini. Ibu guru Nam juga menjadi salah satu titik penghibur film ini. Ibarat kata, guru Nam seperti “Aming”nya Indonesia. Komedi yang ditampilkan film ini bisa dikatakan aman-aman saja. Konflik yang ditampilkan film ini juga bisa dibilang standar saja. Akan tetapi, entah kenapa saya begitu sangat terhibur dan jika ada kesempatan menonton lagi, saya bakal nonton film ini lagi. Keraguan saya terhadapa film ini di awal, ternyata telah dipatahkan oleh cerita dan pemain yang menarik. Overall, film romcom ini bisa sebagai bahan pertimbangan anda untuk menonton bersama pasangan anda di Valentine’s Day yang jatuh pada besok.

3,5/5