Review Film (ADA SPOILERNYA): PEREMPUAN TANAH JAHANAM (2019)


Setelah 10 tahun lalu dibuat naskahnya, akhirnya Impetigore karya terbaru dari Joko Anwar rilis juga filmnya. Dengan judul Perempuan Tanah Jahanam, judul versi Indonesia dari Impetigore nampaknya memang ingin merakyat dan menjangkau penonton yang suka dengan judul bikin penasaran. Menggandeng Base Entertainment sebagai produksi film pertama dari Base sendiri, nampaknya ini bakal menjadi debut dari Base yang akan laris. Selain Base Entertainment, tidak ketinggalan PH kondang Rapi Film, CJ Entertainment, Ivanhoe Pictures dan Logika Fantasi juga terlibat dari produksi film ke delapan (atau kesembilan ya?) Joko Anwar. Film Perempuan Tanah Jahanam bercerita tentang Maya yang sejak usia 5 tahun sudah tidak mengetahui kedua orang tuanya seperti apa. Bersama sahabatnya, Dini, Maya banting tulang menghidupi kehidupan sehari-hari dengan bekerja sebagai penjaga tol hingga akhirnya membuka kios untuk jualan baju. Suatu hari Maya dan Dini pergi ke sebuah desa Harjosari. Petualangan baru yang ternyata bakal merenggut nyawa mereka berdua di desa Harjosari pun dimulai.

Setelah Pengabdi Setan 2 tahun lalu, akhirnya Joko Anwar kembali dengan film horror terbarunya yang berjudul Perempuan Tanah Jahanam (Impetigore). Review ini kemungkinan secara tidak sengaja akan mengandung spoiler, semoga kalian sudah menonton filmnya di bioskop ya. Setelah menonton film Perempuan Tanah Jahanam, hampir semua penonton bilang adegan awal film ini sangatlah menegangkan dan jangan sampai kalian ketinggalan hanya untuk adegan pembuka saja. Ya memang harus diakui adegan pembuka film ini memang patut diancungi jempol. Ketegangan yang diberikan ke penonton begitu intens dan tanpa rasa jeda hingga akhirnya menghela nafas. Namun setelah credit-credit nama cast dan crew muncul di awal film setelah adegan pembuka, mulai turun ketegangannya. Kalau ada yang bilang suasana di pasar dengan adanya manekin dan kejutan dari tangan Dini Marissa Anita ketika membuka gerbang rasanya berlebihan. Konsep seperti ini justru menurun banget. 


Lanjut ke sisi bus malam yang dinaiki Tara Basro dan Marissa Anita, ketegangan kembali muncul di adegan ini. Dan cukup menarik adanya seorang dosen Sastra Rusia. Namun sayangnya itu hanya sekedar pembicaraan semata biasa saja. Atau malah saya berasumsi sebenarnya dosen tersebut sebenarnya adalah bukanlah manusia, terlebih ketika melihat bayangan aneh dosen sastra Rusia dari jendela bis sehingga Tara langsung menutup dengan cepat. Berharap sih ada sesuatu hubungan dosen Sastra Rusia yang dibuat tiba-tiba muncul yang ternyata ada hubungannya dengan jalan cerita. Beruntung banget Perempuan Tanah Jahanam memiliki penata musik dan sinematografi yang kerennya mumpuni sekali. Kalau tidak ada musik yang bikin menggelinjang mungkin saya sudah tertidur dengan konsep drama slasher yang lebih dijual dari Perempuan Tanah Jahanam ini. Begitu juga dengan artistik dari film ini yang begitu apik ketika Tara dan Marissa memasuki desa Harjosari. Saya sebagai penonton awam larut percaya begitu saja dengan situasi desa Harjosari yang dibangun dari film ini. 

Jika kalian mengira saya tidak suka dengan Perempuan Tanah Jahanam bisa dibilang itu tergantung dari sisi apa dulu. Kalau dari segi naskah jelas banget ini bukan sebuah naskah cerdas dari seorang Joko Anwar. Walaupun bukan termasuk paling buruk namun jika dibandingkan Pengabdi Setan, film ini terasa menurun dari sisi naskah. Bukan hal yang baru lagi diberikan dari film ini selain adanya wayang kulit, film-film horror yang membahas warisan, perselingkuhan hingga perjanjian dengan iblis sudah banyak. Bahkan saya justru melihat film ini bukan perjanjian dengan iblis, tapi lebih ke arah santet. Dimana Nyi Misni melakukan santet agar anaknya lupa dengan kejadian perselingkuhan anaknya dengan Nyai Shinta. Dan Nyi Misni sendiri berselingkuh dengan majikannya yang merupakan ayah dari Ki Donowongso (ayah non-biologis Maya). Andai saja naskah film ini disusun lebih rapi dan memberikan sesuatu yang baru rasanya dengan mudah Perempuan Tanah Jahanam ku ancungi jempol dan standing ovation. Beruntungnya penata musik, sinematografi, serta artistik mampu membuat film ini terlihat fun dan bikin tubuh saya menggelinjang. 

3,5/5

Trailer:

Komentar