Review Film Indonesia: London Love Story (2016)

Kisah Caramel dan Dave sempat mencuri perhatian di tahun 2016. Dimas Anggara dan Michelle Ziudith mendadak menjadi artis papan atas di Indonesia. Jeritan penonton pun terjadi ketika nonton aksi romantis mereka dengan balutan dialog yang menggemaskan. Tidak mengherankan juga 1 juta penonton diraih dengan mudah dalam film London Love Story, setelah di film Magic Hour mereka berhasil meraih 800ribuan penonton. Film yang berkisah mengenai pertemuan tidak sengaja Caramel dengan Dave di sebuah kapal di Bali membuat mereka langsung akrab dan jadian ketika di hari ketiga. Perjalanan cinta yang begitu kilat harus pupus dikarenakan konflik, hingga akhirnya mereka berpisah selama setahun dan bertemu di London, tempat mereka melanjutkan sekolah.

Kisah percintaan dua manusia di perfilman Indonesia yang begitu terkenal bisa dibilang belum banyak, sebut saja Tita dan Adit dalam Eiffel I'm In Love, Rangga dan Cinta dalam Ada Apa Dengan Cinta, Hari dan Amanda dalam film Hari Untuk Amanda hingga Mae dengan suami berbeda hingga Get Married 5? Kini generasi millenials disegari oleh kisah percintaan Caramel dan Dave. Kehadiran mereka berdua bisa dibilang oase bagi para kaum millenials. Kehadiran Michelle dan Dimas Anggara di industri perfilman Indonesia dalam film London Love Story bukanlah yang pertama, film pertama mereka di Magic Hour. Namun Magic Hour terasa redup dan lebih berasa hype London Love Story, bahkan sekuelnya direncanakan ada di tahun 2017 nanti.


Jika dibandingkan dengan Magic Hour film London Love Story terlihat lebih baik dan ada beberapa kemajuan dari segi teknis produksi. Memutuskan shooting di London pastinya tidak menggunakan biaya sedikit, bahkan lokasi-lokasi yang diambil begitu cantik. Bicara soal cerita, Tisa TS nampaknya belum berubah dari Magic Hour, masih dengan andalan dialog yang bikin baper generasi millenials. Ada yang unik sebenarnya dari film London Love Story ini, mereka dengan gampang menyebutkan nama Tuhan dalam dialognya tapi tak ada satupun adegan mereka meminta kepada Tuhan secara khusyuk. Memang ini bukan film religi dan pastinya cerita fiktif belaka, tapi sebaiknya tak perlulah ada dialog "saya meminta kepada Tuhan agar blablabla...."

Setelah menonton kembali London Love Story 1-2 kemudian dilanjutkan yang ketiga, memang kelihatan kalau London Love Story memang dibuat untuk trilogy. Entah ada unsur kesengajaan atau tidak tapi niat menyambung cerita terlihat begitu enak untuk ditonton. Dari segi akting Dimas Anggara dan Michelle Ziudith terbilang masih ragu-ragu dan belum ada chemistry kuat diantara mereka berdua. Kehadiran Ramzi justru menjadi penyelamat film ini. Dion Wiyoko sebagai special appreances dalam film ini terlihat biasa aja. Tidak lupa soundtrack dari Afgan dan Raisa percayalah bener-bener klop dengan cerita film. Akhir kata, London Love Story sebuah cerita remaja dengan dialog yang bikin baper millenials tapi masih menyimpan kisah misteri lainnya dari Caramel dan Dave. Kita tunggu saja kisah mereka selanjutnya nanti.


2/5


Trailer:

Komentar