Review: My Last Love (2012)

Nama Agnes Davonar nampaknya sudah semakin niat untuk mengadaptasikan semua novelnya ke dalam bentuk layar lebar. Dari bulan keempat tahun 2011 sampai Januari tahun 2012 pun setidaknya ada 4 buah novel yang diadaptasikan ke dalam sebuah film. Diantaranya, Surat Kecil Untuk Tuhan, Ayah Mengapa Aku Berbeda, My Blackberry girlfriend dan terakhir yang paling baru My Last Love. Terlepas dari 2 adaptasi beliau yang menggunakkan bahasa Inggris, nampaknya ketiga film yang sudah tayang pun hanya Surat Kecil Untuk Tuhan yang berhasil menjadi box office di sepanjang tahun 2011. Sisanya? Agak memprihatinkan. Lalu atas dasar apa sebenarnya pengadaptasian seluruh novel milik beliau ini kalau dilihat dari pengalaman (2 film) yang sudah terlihat jelas tidak berhasil meraih penonton?

Cerita yang diberikan Agnes pun nampaknya memiliki 1 persamaan yaitu penderitaan dari sosok wanita. Di Surat Kecil Untuk Tuhan, Dinda Hauw menderita penyakit yang merenggut nyawanya, di Ayah Mengapa Aku Berbeda, Dinda Hauw kini harus menghadapi susah dalam berbicara dan ayah yang dicintainya harus meninggal karena penyakit. Walaupun My Blackberry Girlfriend ada unssur drama romantis komedinya tapi tetap saja tokoh utamanya, Luna Maya menderita karena cinta. Dan, di My Last Love kali ini apakah senasib dengan ketiga cerita sebelumnya? Atau memberikan suasana baru di dalamnya?
Angel dan Hendra adalah dua pasang sejoli yang begitu romantic menjalani hubungan mereka. Walaupun Angel sempat ditinggal Hendra untuk kuliah di Australia namun itu menggoyahkan cinta mereka sekalipun. Bahkan mereka berdua memiliki mimpi untuk melanjutkan hubungan ini ke tingkat yang lebih serius. Namun sayangnya itu semua harus dipupuk mendalam karena ketika malam hari ingin bertemu keluarga Hendra, Angel mengalami korban tabrak lari dari pemuda yang bernama Martin. Martin adalah seorang lulusan Mahasiswa Hukum yang selalu melanggar peraturan yang ada dan hobinya bermain dengan para wanita secara bergantian satu sama lain, salah satunya Agnes.
Rasa bersalah pun dihantui oleh Martin setelah melakukan tabrak lari terhadap Angel. Awalnya yang berniat untuk menenangkan pikiran dari berbagai masalah yang di Jakarta, ternyata di luar kota Martin bertemu dengan Angel. Sosok muka Angel yang sempat dilihat dirinya pada malam itu semakin meyakinkan Martin kalau Angel adalah korban tabrak larinya. Namun itu semua belum diketahui oleh Angel karena dirinya merasa nyaman dengan Martin. Nadya, sahabat Angel serta sodara sepupunya Anton mencoba mengingatkan Angel agar tetap waspada terhadap Martin karena dia orang baru di kehidupannya.
Setelah membaca sinopsis di atas apakah kalian pernah merasa melihat cerita sejenis demikian di layar lebar? Kalau iya tolong ingatkan saya karena saya tiba-tiba lupa judul film tersebut. Cerita adaptasi novel Agnes Davonar kali ini ke sebuah film nampaknya yang paling gagal. Entah apa karena film ini di bawah naungan sutradara Nayato Fio Naula jadi terlihat sangat kentaal dengan ciri khas beliau. Bahkan sampai no scipt on movie pun terjadi bersama para pemain di film My Last Love. Oke kembali lagi sosok Ery Sofid pun dibangku penulis skenario seperti kambing congek dan asal patuh saja dari arahan sutradara. Yang lebih diherankan lagi sebenarnya dari PH besar seperti MD Pictures kenapa begitu yakin memilih Nayato sebagai sutradara di film My Last Love padahal Nayato sendiri sudah diketahui hasilnya yang mengecewakan (kebanyakan) karena adanya no script on movie.
Sepertinya durasi film yang menjadi masalah dari film My Last Love. Menurut gue ada beberapa bagian yang semestinya dibuang karena tidak penting untuk membangun jalannya cerita. Ada juga beberapa adegan yang sepertinya terlihat terpotong dan asal masuk saja perpindahan scenenya tanpa penjelasan apapun yang masuk akal. Kalau boleh juju gue agak bingung dengan penyakit dihinggap Martin. Sebenarnya beliau terkena HIV atau kanker otak ya? Kalau dilihat dari backgroundnya sudah pasti HIV taapi kenapa dokter menyebutkan sebagai Kanker Otak? Atau apa mungkin Martin terkena 2 penyakit sekaligus? Kasihan dan tragis sekali kalau sampai seperti itu.
Dari sisi pengambilan gambar dan sinematografi nampaknya tidak berbeda jauh dengan hasil dari seorang Nayato sebelum film ini. Yang cukup mengganggu nampaknya dari segi ilustrasi musik yang entah kenapa seperti film horror beliau ya? Haruskah rasa kegundahan hati dan keprihatinan dengan musik menakutkan seperti di film ini? Para pemain pun tampil ala kadarnya dan tidak memberikan sesuatu di sepanjang film ini. Donita yang seharusnya mendapatkan penghargaan aktris tearjaker 2011 ini pun tampil biasa dan mengalami penurunan sedikit setelah dari Pupus. Nama Ajun Perwira yang semakin hits setelah film Poconggg Juga Pocong ini nampaknya juga tidak memberikan kesan istimewa di film ini. Aktor sekelas Evan Sanders pun Nampak masih kebingungan untuk menjalani karakternya. Sosok dirinya yang suka bermain wanita dan di sisi lain merasa bersalah pun terlihat datar begitus aja.
Sisi klimaks dari film ini pun tidak terasa dan apalagi untuk kasihan serta prihatin terhadap para pemain yang tertimpa masalah serta terjatuh tangga pula. Ah! Rasanya sungguh amat disayangkan sekali jika sebuah adapatasi novel dari penulis terkenal harus dibuatkan filmnya oleh sutradara seperti Nayato. Bukannya mau membandingkan dengan karya beliau sebelumnya yaitu Cinta Pertama. Nampaknya tingkat kewarasan beliau masih terjaga dengan baik dari awal film Cinta Pertama sampai akhir. Namun bagaimana dengan My Last Love? Menurut gue agak berantakan dan tidak konsisten untuk memberikan peluang demi peluang konflik yang terjadi di film ini. Semua pokoknya serba instan dan ajaib! :Salam JoXa:
1,5/5
Trailer:

Komentar