Review: Garuda Di Dadaku 2 (2011)

Setelah perjuangan di pertandingan sebelumnya, akhirnya Bayu kini menjadi anggota sepakbola timnas U-15 dan akan menuju ke tingkat ASEAN junior di Jakarta. Kepopuleran pun didapatkan Bayu sampai dirinya kini masuk di sekolah lanjutan tingkat pelajar. Sahabatnya, Aldo pun tidak pernah lupa untuk selalu mendukungnya sampai saat ini. Selain itu juga ada teman barunya, Anya, yang cukup mampu berhasil membuat dirinya terpikat. Di pertandingan kali ini pun dirinya dilatih oleh pelatih baru yang bernama Pak Wisnu. Selain Pak Wisnu yang melatih mereka cukup berbeda dan unik, beban pun dirasakan Bayu ketika ada salah satu pemain baru yang bernama Yusuf, yang sepertinya lebih bagus bermainnya ketika di lapangan. Bayu pun merasa jatuh dan tak berguna lagi untuk mengenakan lencana Garuda di tangannya.

Sebuah karya dari Rudi Soedjarwo kedua di tahun 2011. Dan ini merupakan karya film anak-anak beliau yang kedua pula setelah 5 Elang yang tayang sekitar bulan akhir bulan Agustus kemarin. Pembuktian dirinya sebagai sutradara film anak-anak rasanya tidak perlu diragukan lagi. Apalagi setelah 5 Elang yang bisa dibilang cukup berhasil dibawakan beliau dengan ringan dan nyaman untuk ditonton. Dengan membawa Garuda Di Dadaku untuk dibuatkan ke sebuah sekuel rasanya sedikit membawa tantangan tersendiri buat beliau. Bisa dibilang Garuda Di Dadaku pertama pada masa waktu itu cukup menarik perhatian penonton. Lalu apakah Rudi Soedjarwo mampu membuat penonton menarik seperti sekuel sebelumnya?

Kalau untuk membandingkan rasanya itu tidak pantas ya, karena sutradara dari filmnya saja sudah berbeda. Sudah pasti gaya penyutradaraannya pun sudah pasti berbeda pula. Namun kalau dilihat dari segi cerita, gue secara pribadi cenderung lebih suka ke sekuelnya. Disini terlihat pembawaan emosi yang dialami Bayu lebih baik. Mungkin disebabkan masa pubertas dirinya di sekuel dan juga konflik-konflik yang dialaminya pun bertubi-tubi dirasakannya. Penjiwaan karakter-karakter yang dilakukan para pemain pun disini terlihat lebih maksimal dan kuat. Belum lagi rasa semangat nasionalisme ketika pertandingan bola dilaksanakan pun terasa mendebarkan dengan kualitas musik yang luar biasa.

Para pemain disini nampaknya tidak ada perubahan yang signifikan dari prekuel sebelumnya. Sebut saja Emir Mahira, Aldo Tansani, dan Maudy Koesnadi. Penambahan karakter terlihat pada peran Anya yang dilakoni Monica Sayangbati, Pak Wisnu yang diperankan oleh Rio Dewanto, dan Yusuf yang diperankan oleh Muhammad Ali. Seperti yang gue bilang tadi penjiwaan karakter Emir disini jauh lebih baik membawakan emosionalnya dibandingkan yang pertama. Gaya dari Emir dan Aldo sendiri pun memang sudah terlihat bukan anak-anak lagi melainkan sosok remaja yang sedang melewati masa pubertas, ini terlihat dari perubahan suara dan gaya rambut mereka yang lebih trendy.

Pemain baru disini nampaknya memberikan film ini jauh lebih hidup. Sebut saja, Monica Sayangbati yang tetap kuat dengan karakternya di film-film sebelumnya tapi bedanya disini dia merasakan benih “suka” kepada lawan jenis. Aktor kawakan yang sedang “eksis” tahun ini, Rio Dewanto, nampaknya semakin matang kemampuan aktingnya. Dengan pembawaan karakter yang dingin dan tegas melatih Bayu dan kawan-kawan pun berhasil dibawakan oleh Rio disini. Selain itu juga ada Muhammad Ali, Rendi, dan Ramzi dengan celetukan yang meredakan panasnya situasi.

Sebenarnya Garuda Di Dadaku 2 juga tidak luput dari keganjalan yang cukup mengganggu. Diantaranya adalah sosok Yusuf disini entah kenapa terlihat begitu lentik bulu matanya, dan make-upnya cukup tebal untuk seorang pemain bola. Selain itu dari suasana gegap gempita ketika pertandingan masa penyisihan sampai final pun terasa kurang meriah dan greget. Untungnya musik dari garapan Aghi Narottama, Bembi Gusti dan Ramndo Gascaro berhasil membuat keganjalan tersebut menjadi sedikit tertutupi dan lebih terasa suasana pertandingannya. Balutan instrumental dari film ini juga tidak kalah menarik, begitu pula dengan pengambilan gambarnya.

Akhir kata, Garuda Di Dadaku 2 nampaknya lebih baik dibandingkan sebelumnya secara keseluruhan walaupun ada kekurangan disana-sini. Pesan-pesan yang dapat dipetik dari film ini pun bisa dibilang banyak, salah satunya dalam suatu proses meraih kesuksesan haruslah dengan semangat yang tinggi dan tidak kenal pantang menyerah. Sebagai film di akhir tahun 2011 bisa dibilang juga film Garuda Di Dadaku 2 adalah film terbaik tahun ini. Alasannya adalah film ini bisa dinikmati oleh segala usia, bahkan orang dewasa pun bisa cukup tersentil dan mengintropeksi diri apakah bisa menjadi tokoh-tokoh di film tersebut? Selamat menonton! :Salam JoXa:

4/5

Trailer:

Komentar