Review: Sang Penari (2011)

Cerita yang diangkat tahun 1960an ini menceritakan perjuangan seorang Rasus yang dimana mencari cintanya yang hilang, Srintil. Srintil sendiri memiliki latar belakang kisah yang cukup memilukan. Kejadian tersebut terjadi ketika Srintil masih kecil, dimana ayah ibunya meninggal. Sebelum kematian tersebut, mereka sempat dituduh sebagai pembawa racun dari tempe bongkrek buatan mereka. Setelah kejadian itu Srintil tinggal bersama kakek dan neneknya. Sepanjang perjalanan waktu, akhirnya Srintil pun harus memutuskan untuk menjadi seorang ronggeng di dusunnya tersebut. Akan tetapi keputusan Srintil sempat dihalangi oleh Rasus. Pria yang begitu mencintai Srintil ini tidak rela Srintil menyerahkan tubuhnya untuk kaum adam di dusunnya tersebut. Lalu apakah akhir dari nasib cerita kisah percintaan mereka?

Sebuah film Indonesia yang diangkat dari tahun 1960an namun pembuatan produksinya di tahun 2000an saat ini. Untuk membuat film seperti itu pastinya hal yang paling ditakutkan adalah tim artistic dari film tersebut. Apalagi jika membaca novel dari Ronggeng Dukuh Paruk sendiri bisa tergambarkan bagaimana kemaraunya dusun tersebut dan terlihat hijau dan asri lingkungan tersebut. Sedangkan jaman sekarang untuk mendapatkan lokasi seperti itu cukuplah sulit, belum lagi sudah mulai berkurangnya tanah lapang yang dipenuhi penghijauan di suatu lokasi dusun. Untungnya film Sang penari mampu mengatasi masalah yang cukup ditakuti tersebut.

Sang penari ini sendiri merupakan hasil dari tiga novel trilogy yang dijadikan satu kemasan dalam bentuk film. Biar terlihat lebih netral, gue akan menilainya dari sisi orang awam yang belum membaca novel ini. Dari segi cerita terlihat terlihat sekali seperti lompatan-lompatan bab yang dipotong dengan apik oleh tim editor biar terlihat menjadi satu keutuhan cerita. Ada beberapa bagian lompatan yang terlihat agak kurang nyambung dan agak terlihat juga masuk begitu saja ke bagian cerita. Bagian-bagian apa saja tersebut kayaknya kurang etis gue lontarkan disini karena akan menjadikan semua itu spoiler bagi para pembaca.

Dengan indahnya sinematografi film Sang Penari, dijamin penonton tidak akan merasa jenuh atau bosan karena setting yang begitu kuno alias tahun 1960an. Dengan balutan scoring musik yang indah dari Aksan Sjuman dan Titi Sjuman begitu menyatu dan menyentuh untuk setiap adegan yang menyampuradukkan emosi di dalam film ini. Untungnya pula itu semua didukung dengan kepiawaian akting dari para pemain di dalamnya. Akting piawai tersebut terlihat dari Prisia Nasution yang begitu menjiwai karakter dari Srintil sebagai seorang Ronggeng. Gue melihat disini dirinya seperti menyatu dengan jiwa Ronggeng tersebut, mata, lengkukan tarian yang dibawakannya, permainan turun naiknya emosi begitu baik semuanya. Tidak jauh berbeda halnya dengan Oka Antara yang memiliki perbedaan emosi yang berbeda dari seorang Rasus yang rakyat biasa menjadi seorang yang ikut tentara atau sejenisnya.

Para pemain pendukung lainnya dari Sang Penari juga menampilkan performaa mereka yang lumayan baik, sebut saja Slamet Rahardjo, Dewi Irawan, Landung Simatupang, Hendro Djarot, Happy Salma, Teuku Rifnu Wikana, Tio Pakusadewo, dan Lukman Sardi. Akhir kata, Sang Penari karya dari Ifa Isfansyah dan cerita yang dibuat oleh Salman Aristo begitu cukup apik kemasan secara keseluruhannya. Sebagai film yang benar-benar niat pembuatannya, diharapkan para penonton Indonesia sadar dan ada hasrat untuk segera menyaksikan film Sang Penari di bioskop kesayangan anda mulai tanggal 10 November! :Salam JoXa:

3,5/5

Trailer:


Komentar