Review: Machine Gun Preacher (2011)

Sam Childers adalah seorang ayah yang bisa dibilang liar dan ugal-ugalan sebagai kepala keluarga mininya. Kehidupan Sam tidak lain tidak bukan tidak jauh dari namanya hidup mabuk-mabukan, judi, dan narkoba. Lain halnya dengan istri dan anak perempuan semata wayangnya yang begitu religious dan selalu mendoakan Sam agar cepat bertobat dan kembali ke jalan yang benar. Hingga suatu hari, akhirnya Sam mau pada akhirnya diajak ke tempat ibadah oleh keluarga mininya itu. Dengan memantapkan hati, akhirnya Sam pun bertobat dan menyerahkan dirinya kepada Tuhan dengan mengikuti jalan-Nya. Kehidupan Sam pun berubah total setelah hari spesial itu. Bahkan Sam pun rela menjadi relawan di sebuah Negara terpencil sekalipun untuk membantu perbaikan rumah-rumah yang terkena bencana.

Bisa dibilang alasan kuat gue menonton film Machine Gun Preacher adalah ada tanda daun di posternya itu. Machine Gun Preacher adalah salah satu film yang masuk official selection Toronto Film Festival 2011. Hmm kalau sudah menyebut kata Toronto Festival pasti gue sekarang langsung penasaran dan tertarik untuk menontonnya. Menurut gue secara pribadi pasti kriteria film-film yang masuk festival tersebut pasti memiliki sesuatu yang ingin dibagikan ke penonton luas dibandingkan film-film lain yang beredar. Terbukti, sepanjang menonton film Machine Gun Preacher gue melihat sesuatu yang menarik diangkat di film ini.

Sebagai debut filmnya sebagai penulis skenario film, Jason Keller, bisa dibilang memberikan sesuatu yang menarik di film ini. Apa itu menariknya, rasanya kalian tonton saja sendiri biar tidak memberikan spoiler terhadap film ini. Dengan alur cerita yang menceritakan jatuh bangun dari seorang Sam Childers bisa dibilang seperti kehidupan nyata. Memang sih film ini untuk dipersembahkan kepada seorang Sam Childers tapi ketika menonton film ini penonton akan dibawa melihat kisah perjalanan beliau yang begitu menyentuh dan diombang-ambingkan oleh percayanya kepada Sang Pencipta.

Rasa peduli dari Sam Childers kepada anak-anak yang berada di Uganda karena adanya serangan menjadi daya tarik tersendiri. Sosok Sam kita lihat bisa dibilang seperti penyayang anak-anak dan begitu ikhlas dalam melakukan semua ini. Untungnya juga karakter Sam berhasil dimainkan Gerard Butler dengan baik. Dengan sosok Gerard yang berbadan besar dan rambut agak sedikit gondrong rasanya pas untuk penggambaran tokoh dari Sam yang dulunya brutal berubah menjadi penyayang dan relawan. Selain Gerard, tokoh istri dari Sam yaitu Lyn Childers yang diperankan oleh Michelle Monaghan. Sosok Michelle sendiri pernah kita lihat di berbagai film diantaranya Eagle Eye, Made Of Honor, Due Date, dan terakhir Source Code. Aktris yang pernah meraih penghargaan sebagai best actress 2009 di San Diego Film Critics Society Awards, bermain lumayan baik.

Sebagai seorang istri dari Sam, Michelle memiliki karakter yang cukup kuat sebagai istri yang sabar. Chemistry antara Michelle dengan Gerard pun terlihat cukup baik sebagai sepasang suami istri. Madeline Carroll yang berperan sebagai anak dari Sam dan Lynn ini tampil begitu ayu dan manis. Wajah manisnya ini pernah kalian lihat di film The Spy Next Door. Akhir kata, film karya dari Marc Forster ini memiliki sesuatu yang menarik di dalamnya. Walaupun tidak begitu memorable tapi dengan durasi 2 jam rasanya kalian tidak akan bosan ketika menonton film ini. Sebagai salah satu official film selection di ajang Toronton Film Festival tahun ini rasanya tidak ada salahnya untuk menonton film ini. Berbagai macam pesan dapat kalian petik dari film ini. Selamat menonton! :Salam JoXa:

3/5

Trailer:

Komentar