Review: The Perfect House (2011)

Julie seorang guru privat bagi anak-anak yang memiliki keistimewaan tersendiri. Pada suatu hari, dirinya ditugaskan untuk mengajar di Puncak, tempatnya Madam Rita. Madam Rita memiliki cucu yang sedang memiliki kondisi mental yang jatuh sejak kematian kedua orang tuanya yang mengenaskan dan misterius akibat sebuah kecelakaan. Sejak saat itu, Januar, cucu Madam Rita, terlihat lebih pendiam dan tidak banyak ngomong di dalam kamar. Mendengar cerita tersebut, Julie menjadi empati karena keadaan Januar sama seperti yang dirasakan Julie ketika kehilang kedua orang tuanya tersebut. Setiba di rumah tersebut, Julie kurang lebih merasakan nyaman dan biasa saja. Namun ketika ada sesuatu yang ganjal dari lingkungan dan karakter-karakter yang tinggal di rumah tersebut, Julie mulai merasakan sesuatu yang ganjal dari rumah ini.

Sutradara yang lebih dikenal sebagai sutradara film-film ringan yaitu Affandi Abdul Rachman kini beraksi dengan genre physcological thriller. Beliau memang sempat membuat film berbau horror thriller di beberapa tahun dengan judul film Pencarian Terakhir. Bisa dibilang cukup banyak yang menyukai film beliau dengan genre seperti itu. Lalu setelah itu, beliau membuat film ringan yaitu Heartbreakdotcom. Oke sekian dulu filomography beliau, kini mari membahas film terbaru beliau yaitu The Perfect House (D’ Perfect House). Film ini bisa dibilang lumayan bagus ya tapi hanya di beberapa bagian. Dengan mengutamakan keminiman karakter jadi lebih terasa suasana dari ketegangan untuk mencapai kesempurnaan rumah yang di tempati oleh Madam Rita.

Kalau boleh jujur gue agak pesimis ketika melihat nama Alim Sudio di bangku penulis cerita dan piñata skrip film ini. Bukannya apa-apa ya, gue melihat seseorang itu dari latar belakangnya dahulu, Alim Sudio sampai tahun ini telah menghasil 19 film yang dimana dia sebagai penata skrip, dan semua filmnya itu sebagian film horror kacangan dan ada unsur esek-eseknya. Sedangkan 2 film lainnya di lebih ke penulis cerita. Setelah mendengar nama Alim Sudio pun gue mendengar film ini masuk ke ajang festival bergengsi International seperti Puchon. Yang awalnya gue pesimis akhirnya gue pun antusias untuk menonton film ini dengan menaikkan ekspetasi gue terhadap film ini. Daaaaan, setelah mendengar kritikan dari kritikus film luar tentang film ini, gue kembali menurunkan ekspetasi gue terhadap film ini karena gue pernah baca kalau film ini kurang memuaskan. Hmmm tanda tanya besar pun terlintas di pikiran gue. Masa sih seorang Affandi separah itu membuat film? Ah gue gak percaya. Tapi tetep saja gue tidak memberikan ekspetasi yang tinggi terhadap film ini sebelum menontonnya biar tidak terlalu kecewa-kecewa amat. Dan hasilnya pun tidak separah apa yang dibilang salah satu kritikus film luar tersebut kok. Intinya gue masih bisa menghibur dan merasakan suasana thriller yang diberikan film ini.

Film The Perfect House ceritanya sebenarnya lumayan menarik tapi sayangnya terlalu lambat penceritaannya dan juga eksekusi penyelesaian film ini terlihat terlalu aman dan ya gitu deh. Gue berharap ada sesuatu lebih dari eksekusi penyelesaiannya tapi yasudahlah terima saja toh selama 90 menit sebelum akhir film ini gue merasakan thriller dari film ini kok. Di beberapa bagian juga ada plot hole yang sayang sekali tidak diselesaikan atau diceritakan kelanjutan dari adegan tersebut dan kemudian pindah begitu saja ke adegan lainnya. Ya mungkin dikarenakan penata skrip dari film ini ada tiga orang jadi agak susah juga ya menyatukan semua itu menjadi sesuatu yang sempurna. It’s ok no problemo.

Tim artistik dan lokasi dari tempat film ini bisa dibilang juara banget! Kayaknya Affandi dan tim artistic bener-bener niat banget membuat film ini menjadi sesuatu yang kuno dan agak ke masa-masa jaman belanda silam. Dengan pengambilan setting rumah cukup unik dan menyeramkan, kuburan kuno, hutan belakang rumah, dan yang paling penting sepinya lingkungan sekitar lokasi. Walaupun visualisasi dari film ini tidak seciamik film slasher thriller Rumah Dara tapi itu bukanlah hal penting untuk dijual dari film ini karena The Perfect House memang bukan tipe film slasher kok. Satu lagi dari bagian teknis cameramen disini bisa dibilang cukup menipu dan baik penggarapannya. Salah satu pemain disini terlihat lebih gemuk dan tinggi namun nyatanya ketika gue bertemu dengan pemain tersebut dia ternyata tidak setinggi dan segemuk/sechubby di film. Nice cameraman!

Walaupun karakter pemain disini tidak lebih dari 10 tapi ini tidak membuat film jadi terasa semu atau kosong jadinya di beberapa adegan. Gue melihat jadi lebih nyaman karena mereka diharuskan mengeksplorkan kemampuan akting mereka lebih mendalam lagi. Dan hasilnya jauh dari kata mengecewakan dari semua pemainnya disini. Yang paling juara bisa dibilang Madam Rita yang diperankan oleh Bella Esperance. Karakter sombong dan paling berkuasa di rumah itu terlihat matang sekali pembawaanya. Begitu pula dengan Mike Lucock yang walaupun disini hanya dialog 3 kata saja dan sisanya banyakan diam terlihat baik pembawaan karakternya. Selain itu Cathy Sharon disini lebih matang aktingnya dibandingkan film-film kacangan yang dahulu pernah dibintanginya.

Pemain cilik Endy Arfian pun tidak kalah keren dibandingkan pemain dewasa lainnya karena sebagai anak kecil atau pendatang baru dia cukup berani mengambil film ini yang secara berbau banyak darah. Sebagai film pertama, (Alm) Wanda Nizar terlihat memberikan performa akting yang baik juga. Dirinya terlihat tidak canggung walaupun ini karya debutnya. Vera Lasut, sang ibu produser yang cantik ini, yang berperan cuma sebagai bahan flashback juga terlihat disini. Akhir kata The Perfect House menyajikan tontonan film Indonesia tahun ini lebih berwarna dan pas sekali ditonton pada saat pesta Haloween yang jatuh pada akhir bulan ini. So tunggu apalagi untuk menyaksikan di bioskop kesayangan anda! Masukilah rumah ini dan nikmatilah kesempurnaan dari rumah tersebut. Selamat menonton. :Salam Joxa:

3,5/5

Trailer:

Komentar