Review: Badai di Ujung Negeri (2011)

Badai dan Joko adalah dua sahabat yang sama-sama memiliki profesi sebagai marinir. Namun peletakan tempat pekerjaan mereka membedakan hal semua itu. Badai ditugaskan di pos jaga perbatasan Indonesia di kepulauan Riau di laut cina selatan. Tiba-tiba Kepulauan tersebut pun menjadi resah dengan ditemukannya mayat di pinggir pantai. Badai pun menjadi terbebani karena itu semua merupakan tanggung jawab dirinya sebagai petugas keamanan disana. Di sisi lain, Badai dihadapkan suatu jawaban yang pasti tentang hubungannya dengan Annisa, gadis yang selama ini dipacarinya. Kehadiran Joko pun untuk membantu permasalahan yang dihadapi Badai ternyata membuat semuanya menjadi keruh karena Joko masih memiliki ras dendam terhadap Badai akibat peristiwa setahun lalu atas kehilangan adik Joko, Nugi.

Ketika melihat trailernya bisa dibilang gue cukup tertarik melihat cerita yang diangkat. Cerita tentang perbatasan kembali diangkat menjadi sebuah film, setelah film Batas yang tayang pada beberapa bulan lalu. Agung Sentausa, sutradara muda yang konon dibilang idealism ketika prescon film ini sepertinya mau membuat sesuatu yang berbeda dari film-film Indonesia yang sedang tayang akhir-akhir ini. Lalu bagaimanakah hasil cerita keseluruhan dari Badai di Ujung Negeri? Simak review curhatan josep berikut ini tentang film Badai di Ujung Negeri.

Cukup memuaskan adalah kata yang terlontar dari mulut gue ketika selesai menyaksikan film ini beberapa waktu lalu. Walaupun mengambil tema perbatasan suatu tempat, tapi unsur drama percintaan pun tidak lupa dimasukkan film ini. Tema perbatasan pun tidak sepenuhnya dibahas disini karena film ini cenderung lebih ke pembajakan kapal tanker oleh seorang orang kaya yang merupakan warga dari kepulauan itu sendiri. Bisa dibilang skenario film ini agak kedodoran di bagian beberapa 10 menit awal setelah prolog dari film ini. Terlalu banyak karakter-karakter pun menjadi sesuatu yang cukup kendala dari film ini, jadi tidak fokus untuk melihat karakter yang gampang diingat.

Untungnya setelah kekurangan tersebut bisa diatasi dengan cerita yang jelas diutarakan film ini yang ditulis oleh Arif M. Syarif. Adanya unsur perang antar dua kubu pun terlihat cukup apik dibuat film ini. Dengan mengambil suasana sinematografi yang gelap dan mengambil lokasi hutan, dan ada sungainya dengan iringan suara tembak-tembakan dan bom menjadi daya hangatnya film ini. Scoring yang diiringi oleh Ipang pun terasa lebih hidup suasana yang menyelimuti film ini.

Para pemain disini terlihat kurang gampang diingat walaupun penampilan mereka sebenarnya tidaklah begitu mengecewakan. Sebut saja Arifin Putra sebagai Badai, disini lebih terlihat nyaman dan menjiwai. Si cantik Astrid Tiar pun terlihat begitu mempesona di film ini, belum lagi dengan logat yang cukup fasih dimainkan beliau disini. Yama Carlos sebagai Joko dengan karakter pendendam terlihat kurang begitu pembawaannya karena pada dasarnya mata dari Yama pun memang sudah terlihat pemarah.

Yang menarik disini sebenarnya karakter yang diperankan Jojon disinilah yang lebih menarik dibandingkan pemeran-pemeran utama di film ini. Sosok Jojon yang selama ini dikenal sebagai pelawak denga kumis khasnya itu pun harus berubah drastis menjadi seseorang yang bengis. Namun cukup disayangkan disini karakternya kurang begitu digali lebih dalam. Pemain lainnya seperti Edo Borne, Dey Murphy, Ida Leman, Adrian Alim dll hanya menjadi pemanis saja di film ini. Pengambilan gambar di dasar laut ketika melakukan aksi diving bisa menjadi poin plus dari film ini.

Sebagai produksi debutnya, Quanta Pictures bisa dibilang cukup bisa diperhitungkan atas filmnya pertama ini. Semoga saja produksi selanjutnya dapat menghasilkan film-film yang cukup[ berkualitas dan semenarik dari Badai di Ujung Negeri ini. So, tunggu apalagi untuk saksikan sendiri film Badai di Ujung Negeri mulai tanggal 29 September 2011 di bioskop kesayangan anda!


3/5


Trailer:

Komentar

Posting Komentar